Jakarta – Otoritas Suriname sedang melakukan pencarian terhadap mantan presiden Dési Bouterse setelah ia tidak mematuhi perintah untuk menyerahkan diri dan memulai hukuman penjara terkait keterlibatannya dalam pembunuhan 15 lawan politik pada tahun 1982, demikian disampaikan oleh kantor kejaksaan agung pada hari Jumat waktu setempat.
Meskipun Bouterse diperintahkan untuk menyerahkan diri ke penjara pada pekan ini, istrinya, Ingrid Bouterse-Waldring, menyatakan kepada awak media di luar rumah mereka pada Jumat pagi: “Dia tidak akan menyerahkan diri.”
Pada hari Rabu waktu setempat, pihak berwenang memerintahkan Dési Bouterse dan empat orang lain yang dihukum dalam kasus tersebut untuk menyerahkan diri ke penjara pada hari Jumat. Sayangnya, hanya tiga di antaranya yang patuh terhadap perintah tersebut. Meskipun dalam kondisi kesehatan yang lemah, mereka berjalan perlahan menuju pintu masuk penjara sambil diikuti oleh sejumlah wartawan.
Sebelumnya, puluhan pendukung Bouterse dan The National Democratic party yang dipimpinnya tiba di rumahnya untuk menunjukkan dukungan mereka. Beberapa dari mereka meneriakkan wartawan dan memutar musik keras, yang menyebabkan pejabat pemerintah setempat meningkatkan tindakan keamanan.
“Semua langkah yang diperlukan akan diambil untuk memastikan keselamatan mereka yang terlibat dan keamanan masyarakat luas terjamin,” ucap pemerintah dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Theguardian.com, Sabtu (13/1/2024).
Juru bicara The National Democratic party,Ricardo Panka, menyatakan bahwa partainya tidak setuju dengan hukuman tersebut dan menegaskan bahwa Bouterse akan tetap sebagai ketua partai. Meski demikian, dia mengimbau massa untuk tetap tenang.
“Kami tidak akan menciptakan massa yang marah untuk melawan pihak berwenang,” tegasnya.
Baca juga :
Presiden Brasil Berjanji Akan Memenangkan Perang
Bouterse dinyatakan bersalah dalam pembunuhan tersebut pada 20 Desember, mengakhiri proses hukum bersejarah panjang selama 16 tahun. Sebelumnya, dia telah dijatuhi hukuman pada tahun 2019 dan 2021, namun mengajukan banding atas kedua putusan tersebut.
Sebuah tim pengacara baru mengajukan banding pada hari Senin waktu setempat, terhadap hukuman tersebut dengan alasan bahwa undang-undang amnesti yang gagal diterapkan Bouterse lebih dari satu dekade lalu akan segera berlaku. Namun, Jaksa Agung Suriname menolak langkah tersebut pada hari Selasa waktu setempat.
“Kejaksaan telah memulai proses penelusuran terhadap terpidana kasus pidana 8 Desember yang belum melapor ke lembaga pemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam perintah pelaksanaan hukuman,” tegas Kejaksaan dalam keterangannya.
Selama beberapa dekade, Bouterse telah menjadi tokoh dominan dalam ranah politik Suriname yang merupakan Negara bekas jajahan Belanda, dan pada tahun 2020, Bouterse memutuskan untuk meninggalkan jabatannya.