TKN Menjelaskan Arti Permintaan Maaf Prabowo di Debat Capres

TKN Menjelaskan Arti Permintaan Maaf Prabowo di Debat Capres

Jakarta – Budiman Sudjatmiko, Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, menjelaskan bahwa permintaan maaf yang disampaikan oleh calon presiden Prabowo Subianto dalam penutupan Debat Kelima Capres Pemilu 2024 memiliki makna yang sangat tulus dan mendalam. Permintaan maaf tersebut ditujukan kepada semua pihak, termasuk rival debat dan penyelenggara pemilu.

“Ini adalah sifat kenegarawanan dasar. Beliau (Prabowo) berdiri sebagai pemimpin bangsa, bukan pemimpin golongan tertentu. Pak Prabowo menegaskan musuhnya bukan Pak Anies dan Pak Ganjar, sesengit apa pun perdebatan yang pernah terjadi. Namun, musuh beliau adalah kemiskinan dan keterbelakangan,” jelas Budiman, dikutip dari antaranews.com, Selasa (6/2/2024).

Menurut Budiman Sudjatmiko, debat kelima capres-cawapres merupakan “ibu” dari seluruh debat politik di Indonesia. Dalam momen tersebut, Prabowo dikatakan memberikan penghormatan dan menjadikan panggung debat sebagai wujud dari kenegarawanan dan kepemimpinan.

Budiman menambahkan bahwa Prabowo adalah satu-satunya calon presiden yang secara terbuka mengapresiasi jasa para presiden Indonesia.

“Beliau menekankan pentingnya suatu kesatuan keberlanjutan, mengingatkan kita semua apa yang sudah dilakukan pemimpin-pemimpin sebelumnya, dan apa yang bisa yang bisa kita lanjutkan. Ini adalah suatu kesatuan dari Indonesia merdeka sampai hari ini,” kata budiman.

Budiman menjelaskan bahwa ucapan terima kasih Prabowo kepada Presiden pertama RI Soekarno memiliki makna yang dalam karena Soekarno dianggap telah meletakkan dasar-dasar kebangsaan modern bagi Indonesia.

Menurut Budiman, Prabowo meyakini bahwa Bung Karno telah membangun narasi terbesar bagi bangsa Indonesia dengan pidato pada 1 Juni tentang lahirnya Pancasila, yang merupakan fondasi terbesar bangsa dan masih dipegang teguh sampai saat ini.

“Selanjutnya, Pak Harto (Presiden ke-2 RI Soeharto) adalah peletak dasar pembangunan ekonomi modern setelah Bung Karno. Lalu, Pak Habibie (Presiden ke-3 RI BJ Habibie) menyadarkan bangsa Indonesia pentingnya pembangunan SDM (sumber daya manusia) dan pembangunan berdasarkan teknologi mendorong Indonesia cinta ilmu pengetahuan,” imbuhnya.

Budiman menjelaskan bahwa Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, diakui sebagai sosok yang meletakkan dasar kembalinya prinsip toleransi bagi bangsa Indonesia. Menurut Budiman, Gus Dur menjadi pengingat akan karakter Bhinneka Tunggal Ika, yang kemudian menjadi landasan bagi pertumbuhan toleransi di era kepemimpinan Gus Dur.

Sementara itu, Budiman menyatakan bahwa Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, diakui sebagai peletak dasar pelembagaan institusi-institusi politik demokratis, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Megawati juga dianggap telah merestrukturisasi politik demokratis.

Selanjutnya, Budiman menyoroti Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang mendapat apresiasi tinggi dari Prabowo karena meneruskan tradisi demokrasi dan merawat tradisi perdamaian setelah era yang penuh konflik politik pasca-demokrasi.

Terakhir, Budiman menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap sebagai peletak dasar pembangunan infrastruktur fisik dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk masa depan bangsa Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *