Jakarta – Prospek pasar kerja di China saat ini menunjukkan tren yang menurun, dengan banyak perusahaan melakukan pemangkasan tenaga kerja domestiknya sebagai respons terhadap perlambatan ekonomi. Menariknya, meskipun China dihadapkan dengan situasi ini, jumlah lulusan baru mencapai rekor tertinggi pada tahun 2024 dengan 11,7 juta orang.
Kendati begitu, terdapat tren positif di mana peluang pekerja asal Tiongkok di luar negeri terus meningkat. Meskipun kondisi di dalam negeri mungkin sulit, peluang bekerja di luar Tiongkok menjadi alternatif menarik bagi para pencari kerja yang ingin mengejar karir internasional.
Investasi langsung keluar non-keuangan dari Tiongkok mengalami peningkatan sebesar 12,7% (year on year/yoy) menjadi mencapai US$ 115,7 miliar dalam 11 bulan pertama tahun 2023. Secara khusus, investasi di negara-negara yang terlibat dalam program Belt and Road Initiative juga tumbuh sebesar 20,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencapai total US$ 28,6 miliar.
Menurut data dari Kementerian Perdagangan, perusahaan luar negeri yang dibiayai oleh Tiongkok berhasil mempekerjakan total 4,1 juta orang pada tahun 2022. Lebih dari setengah dari jumlah tersebut adalah penduduk lokal di negara-negara tujuan investasi Tiongkok. Hal ini belum termasuk kontraktor milik negara yang juga membuka lapangan pekerjaan bagi banyak pekerja China di luar negeri.
Saat ini, beberapa juta orang dari Tiongkok bekerja di luar negeri, terutama di sektor minyak, proyek pembangunan infrastruktur, atau pabrik yang diinvestasikan oleh perusahaan Tiongkok.
“Kami sibuk merekrut cabang di pasar Eropa dan Amerika untuk [2024],” ungkap Ray Luo, dikutip dari cnbcindonesia.com (1/1), Ray Luo adalah manajer sumber daya manusia di perusahaan teknologi baterai berbasis Litium dengan kantor pusat di Guangdong, yang menyediakan solusi teknologi baterai secara global.
“Kami kini telah berkembang dari puluhan karyawan pada beberapa tahun lalu menjadi ratusan karyawan global untuk melayani pasar dunia,” ujarnya, dikutip dari SCMP.
Pernyataan ‘white paper’ yang dirilis oleh konsultan i-Media pada bulan Agustus, sebanyak 29,5% dari perusahaan besar yang disurvei telah merambah bisnis di luar negeri, sementara 19,9% di antaranya menyatakan niat untuk melakukannya.
Dari perusahaan-perusahaan yang telah menginvestasikan sumber daya di luar negeri, sebanyak 39,4% di antaranya tergolong dalam kategori perusahaan skala menengah.
Pihak yang berada dalam industri menyebutkan bahwa banyak usaha kecil dan menengah di Tiongkok terdorong untuk melakukan ekspansi di luar negeri karena persaingan yang ketat di pasar domestik. Sementara itu, kebutuhan yang kuat untuk memanfaatkan pasar baru juga menjadi dorongan, terutama pada sektor-sektor seperti industri baterai litium, fotovoltaik, dan otomotif.
“Banyak perusahaan industri yang terkait dengan robot juga mengembangkan pasar luar negeri, karena permintaan dalam negeri melemah, pemasok meningkat terlalu cepat, dan satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan pergi ke luar negeri,” tegas James Yang dari Shenzhen, yang baru-baru ini dipekerjakan sebagai sales engineer untuk menembus pasar Eropa tahun ini.
Laporan di atas juga mencatat bahwa para pencari kerja dari China menunjukkan minat besar untuk bekerja di luar negeri. Lebih dari dua pertiga dari responden menyatakan setuju untuk memanfaatkan peluang di luar negeri ketika ditawarkan, sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh sumber daya manusia dan penyedia pencarian kerja di Tiongkok pada awal tahun lalu.
Terutama, responden dari sektor industri internet, otomotif, konsumen, dan energi menunjukkan minat yang tinggi terhadap peluang pekerjaan di luar negeri. Meski demikian, bagi mereka yang akhirnya menerima pekerjaan di luar negeri, dihadapkan pada sejumlah tantangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada aspek komunikasi lintas budaya dan proses lokalisasi bisnis.